Mengurai Problematika Ahlul Bait
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله
Segala puji bagi
Allah Rabbul 'alamiin yang telah mengutus para nabi dan rasul shalawaatullahu
;alaihim untuk menyebarkan ajaranNya dan memurnikan aqidah para
hambaNya dengan menegakkan kalimat tauhid. Selawat beserta salam kita tunjukkan
kepada penutup para anbiyaa' yang meninggalkan dua pedoman hidup bagi
ummatnya yakni Alquran dan Sunnah.
Tujuan pembahasan
masalah ini adalah untuk memaparkan kepada kaum muslimin tentang kedudukan dan
keutamaan ahlul bait serta bagaimana sikap kita yang benar dalam
mencintai ahlul bait.
Dan pembahasan
ini terbagi menjadi beberapa bagian sebagai mana berikut :
·
Pengertian ahlul bait
·
Siapa saja yang termasuk ahlul bait
·
Wasiat nabi untuk memuliakan ahlul bait
-Pengertian Ahlul
Bait-
Ahlul Bait adalah mereka yang diharamkan menerima sedekah
dan zakat.
Sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam:
«إِنَّ هَذِهِ الصَّدَقَاتِ إِنَّمَا هِىَ أَوْسَاخُ
النَّاسِ وَإِنَّهَا لاَ تَحِلُّ لِمُحَمَّدٍ وَلاَ لآلِ مُحَمَّدٍ».
“Sesungguhnya
sedekah-sedekah ini adalah kotoran dosa manusia dan sesumgguhnya ia tidak halal
bagi Muhammad dan tidak pula bagi para keluarga Muhammad”. (HR.
Muslim:2531.)
-Siapa Saja yang
Termasuk Ahlul Bait-
Yang dimaksud ahlul bait menurut ahlussunnah adalah
istri-istri nabi, anak dan cucu nabi, serta kaum muslimin dari keturunan bani
hasyim dan bani muthalib.
قال الإمام أبو بكر الآجري رحمه الله في كتابه الشريعة باب إيجاب حب بني
هاشم أهل بيت النبي صلى الله عليه وسلم على جميع المؤمنين ( 5 / 2276 ) مانصه : ( واجب على كل مؤمن ومؤمنة محبة أهل بيت النبي
صلى الله عليه وسلم : بنو هاشم ؛ علي بن أبي طالب وولده وذريته ،
وفاطمة وولدها وذريتها ، والحسن والحسين وأولادهما وذريتهما ، وجعفر الطيار وولده
وذريته ، وحمزة وولده والعباس وولده وذريته رضي الله عنهم ؛ هؤلاء أهل بيت رسول
الله صلى الله عليه وسلم ، واجب على المسلمين محبتهم ، وإكرامهم واحتمالهم وحسن
مداراتهم ، والصبر عليهم ، والدعاء له)
Berkata imam Abu Bakr Al-Ajurii dalam kitabnya Assyaariah “wajib
bagi setiap mukmin utk mencintai ahlul bait nabi shalawullahu alaih yaitu :
Bani Hasyim, Ali bin Abi Thalib, anaknya dan keturunannya, Fatimah, anak dan
keturunannya, Hasan dan Husain, anak dan keturunannya, Ja'far athayyar dan
keturunannya , Hamzah dan anaknya, abbas, anak dan keturunannya, dan mereka
semua adalah ahlul bait rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Wajib bagi
setiap muslim mencintai mereka, tidak melalaikan hak-hak mereka, dan berdoa
untuk mereka.”
Dan dalil bahwa
istri-istri rasul masuk kedalam ahlul bait sebagaimana firmannya
إنَّمَا
يُرِيدُ اللهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ البَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ
تَطْهِيرًا
“Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33). Syaikh Abdul Muhsin Al
Abbad menjelaskan:
فإنَّ هذه
الآيةَ تدلُّ على دخولِهنَّ حتماً؛ لأنَّ سياقَ الآيات قبلها وبعدها خطابٌ لهنَّ
“Ayat
ini dengan tegas menunjukkan bahwa istri-istri Nabi termasuk ahlul bait. Karena
konteks ayat ini, kalau dilihat sebelum dan sesudahnya, ditujukan kepada
mereka.”
Dengan
demikian, sungguh sesat pemahaman serta ajaran yang mereka mengaku mencintai
ahlul bait (baca; syiah) namun mereka mengeluarkan istri-istri nabi dri ahlul
bait, bahkan mereka mencela dan mengkafirkan serta mencela istri-istri beliau
termasuk Hafsah dan Aisyah. Padahal Aisyah adalah istri yang paling di cintai
nabi setelah khadijah meninggal. Menurut mereka ahlul bait hanya sebatas
keturunan ali radhiallahu anhu dan bahkan mengeluarkan hasan dan keturunannya
dari ahlul bait. Allahul
musta’an.
-Wasiat Nabi Utuk
Memuliakan Ahlulbait-
Hadits pertama:
Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam pernah bekhutbah di
hadapan para sahabat sekembalinya beliau dari melaksanakan haji Wada’ di suatu
temapat antara Makkah dan Madinah di sebur Ghadiir Khum:
«
أَمَّا بَعْدُ
أَلاَ أَيُّهَا النَّاسُ فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِىَ رَسُولُ
رَبِّى فَأُجِيبَ وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ أَوَّلُهُمَا كِتَابُ
اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا
بِهِ ». فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ثُمَّ
قَالَ « وَأَهْلُ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ
بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى أَهْلِ بَيْتِى أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِى
أَهْلِ بَيْتِى ».
“Berikutnya;
Ketahuilah wahai para manusia! Sesungguhnya aku adalah sorang manusia, boleh
jadi sudah dekat kedatangan utusan Rabbku, lalu aku menjawabnya. Dan aku
tinggalkan di tengah-tengah kalian dua perkara; pertama; Kitabullah (Al
Qur’an). Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Maka ambillah dan berpegang
teguhlah dengannya. (Berkata rawi hadits): maka ia mendorong dan menganjurkan
untuk berpegang teguh dengannya. Kemudia ia (Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam) berkata:
Dan keluargaku, aku ingatkan kalian kepada Allah tentang (hak-hak) keluargaku.
Beliau mengulangnya tiga kali” [HR. Muslim no 6378].
Dalam hadits ini Nabi Sallallahu Alaihi Wa Sallam
memberitahukan kepada para sahabat tentang ajal beliau yang sudah dekat. Hal
Ini menunjukkan akan pentingnya nasehat tersebut untuk senantiasa mereka jaga.
Nasehat pertama berpegang teguh dengan Al Qur’an. Nasehat kedua menjaga hak-hak
keluarga beliau. Yang dimaksud dengan hak-hak keluarga beliau adalah memuliakan
dan menghormati mereka. Dan mengikuti nasehat-nasehat mereka selama sesuai
dengan ajaran yang beliau tinggalkan. Adapun jika ada pendapat mereka yang
tidak sesuai dengan ajaran beliau, maka kita tidak boleh taklid kepada mereka.
Karena hadits tersebut tidak ada perintah untuk wajib berpegang teguh dengan
segala perkataan mereka. Sebagaimana yang dipahami oleh sebahagian orang.
Berkata Imam Qurtuby: ”Wasiat ini dan ketegas ini adalah
menunjukkan tentang wajibnya menghormati keluarga beliau, berbuat baik,
memuliakan dan mencintai mereka. Kewajiban yang sangat ditekankan, tidak ada
alasan bagi seorangpun untuk tidak melaksanakannya.”
·
Hadits
kedua:
«
إِنَّ اللَّهَ
اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ وَلَدِ إِسْمَاعِيلَ وَاصْطَفَى قُرَيْشًا مِنْ كِنَانَةَ
وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِى هَاشِمٍ وَاصْطَفَانِى مِنْ بَنِى هَاشِمٍ ».
“Sesungguhnya
Allah telah memilih Kinaanah dari anak keturunan Ismail. Dan memilih Quraisy
dari kalangan suku Kinaanah. Dan memilih Bani Hasyim dari kalangan bangsa
Quraisy. Dan memilih aku dari kalang Bani Hasyim”[HR. Tirmizy no 3632].
Dalam hadits ini terdapat penjelasan tentang keutamaan Bani
Hasyim. Karena mereka memiliki sifat-sifat baik dan terpuji yang lebih menonjol
dari sukuk-suku lain, maka Allah memilih Rasul yang paling mulia dari kalangan
suku mereka.
·
Hadits
ketiga:
((أنا محمَّدُ بْنُ عَبْدِاللَّهِ بْنِ عَبْدِ المُطَّلِبِ
إنَّ اللَّهَ تعالى خَلَقَ الخَلْقَ فَجَعَلَنِي في خَيْرِهِمْ ثمَّ جَعَلَهُمْ
فِرْقَتَيْنِ فجَعَلَني في خيْرِهِمْ فِرْقَةً ثمَّ جَعَلَهُمْ قَبائِلَ
فَجَعَلَنِي في خيْرِهِمْ قَبِيلَةً ثمَّ جَعَلَهُمْ بُيُوتاً فَجَعَلَنِي في
خَيْرِهِمْ بَيْتاً فأنا خَيْرُكُمْ بَيْتاً وأنا خَيْرُكُمْ نَفْساً)).
“Saya
adalah anak Abdullah bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya Allah-lah yang
menciptakan makhluk, lalu Ia menjadikan aku dalam bagian mereka yang terbaik.
Kemudian Allah menjadikan mereka kepada dua golongan, maka Allah menjadikan aku
pada golongan yang terbaik. Kemudian Allah menjadikan mereka berbangsa-bangsa,
maka Allah menjadikan aku pada bangsa yang terbaik. Lalu Allah menjadikan
mereka bersuku-suku, maka Allah menjadikan pada suku yang terbaik. Aku adalah
yang terbaik diantara dari segi suku dan jiwa”[HR. Tirmizy no 3632].
Dalam hadits ini juga terdapat kemulian Ahlul bait karena
Allah telah memilih Nabi yang paling mulia dari suku mereka. Akan tetapi
kemulian ini secara umum tidak secara person (setiap pribadi) mereka. Karena
dari kalangan luar Ahlull bait secara person ada yang lebih mulia dari sebagian
person Ahlul bait. Seperti jawaban Ali Radhiallahu ‘anhu ketika ditanya oleh
anaknya sendiri Muhammad Ibnul Hanafiah:
((عَنْ مُحَمَّدِ ابْنِ الْحَنَفِيَّةِ قَالَ قُلْتُ
لأَبِى أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ ؟ قَالَ: أَبُو بَكْرٍ. قَالَ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ عُمَرُ.
قَالَ ثُمَّ
خَشِيتُ أَنْ يَقُولَ عُثْمَانُ فَقُلْتُ ثُمَّ أَنْتَ يَا أَبَةِ قَالَ مَا أَنَا
إِلاَّ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ)).
“Dari
Muhammad Ibnu Hanafiyah, ia berkata: aku bertanya pada ayahku, siapa manusia
yang paling baik setelah Rasulullah Sallallahu Alaihi Wa Sallam?. Jawabnya: Abu
Bakar Radhiallahu ‘anhu. Kemudia aku tanya lagi, kemudian siapa? Jawabnya: Umar
Radhiallahu ‘anhu. Kemudian aku cemas bila ia katakan Utsman, maka aku katakan:
kemudian engkau ya ayahku? Ia menjawab: aku ini hanyalah salah seorang dari
kaum muslimin”[HR. Bukhari no 3468].
Sikap yang Benar Dalam Mencintai Ahlul bait-
Syaikh Abdul Muhsin -hafizhahullah-
memaparkan:
عقيدةُ أهل
السُّنَّة والجماعة وسَطٌ بين الإفراطِ والتَّفريط، والغلُوِّ والجَفاء في جميعِ
مسائل الاعتقاد، ومِن ذلك عقيدتهم في آل بيت الرَّسول –
صلى الله عليه
وسلم -، فإنَّهم يَتوَلَّونَ كلَّ مسلمٍ ومسلمةٍ من نَسْل
عبدالمطلِّب، وكذلك زوجات النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم –
جميعاً،
فيُحبُّون
الجميعَ، ويُثنون عليهم، ويُنْزلونَهم منازلَهم التي يَستحقُّونَها بالعدلِ
والإنصافِ، لا بالهوى والتعسُّف،
ويَعرِفون
الفضلَ لِمَن جَمع اللهُ له بين شرِف الإيمانِ وشرَف النَّسَب،
-
“Ahlussunnah wal jama’ah dalam semua permasalahan aqidah,
selalu mengambil yang pertengahan antara ekstrim kiri dan ekstrim kanan, antara
berlebih-lebihan dan sikap lembek. Termasuk juga aqidah terhadap ahlul bait
Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Ahlussunnah mencintai setiap muslim dan muslimah yang
merupakan termasuk Bani Abdul Muthallib, mereka juga mencintai para istri Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam.
Ahlussunnah mencintai mereka, memuji mereka, menempatkan mereka pada kedudukan
yang layak secara adil, bukan berdasarkan hawa nafsu atau serampangan.
Ahlussunnah mengenal dengan baik keutamaan ahlul bait, karena dalam diri-diri
mereka terdapat kemuliaan iman sekaligus kemuliaan nasab.”
Beliau
melanjutkan:
ومَن جمع اللهُ
له بينهما فقد جمع له بين الحُسْنَيَيْن، ومَن لَم يُوَفَّق للإيمان، فإنَّ شرَفَ النَّسَب
لا يُفيدُه شيئاً، وقد قال الله عزَّ وجلَّ: {إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ}، وقال – صلى الله عليه وسلم –
في آخر حديث
طويلٍ رواه مسلم في صحيحه (2699) عن أبي هريرة رضي الله عنه:
((ومَن بطَّأ به
عملُه لَم يُسرع به نسبُه))
“Orang yang Allah takdirkan untuk memiliki keduanya
(kemuliaan iman dan nasab), maka telah terkumpul pada dirinya dua kebaikan.
Namun jika keluhuran nasab tidak disertai keluhuran iman, maka ketahuilah bahwa
keluhuran nasab tidak bermanfaat sama sekali. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Orang yang paling mulia di sisi
Allah adalah yang paling bertaqwa” (QS. Al Hujurat:13).
Dalam
sebuah hadits yang panjang, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu
Hurairah Radhiallahu’anhu,
di akhir hadits, Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda:
ومَن بطَّأ به
عملُه لَم يُسرع به نسبُه
“Orang
yang lambat amalnya, tidak bisa dipercepat oleh nasabnya” (HR.
Muslim)”…”
Dengan demikian, sudah selayaknya bagi setiap muslim
untuk mencintai ahlul bait Nabi baik yang sudah wafat maupun yang masih ada
sampai hari ini. Namun dengan catatan, jika orang yang mengaku ahlul bait
bersama keluhuran nasabnya tersebut ternyata tidak membawa keluhuran iman, atau
bahkan ia menjadi gembong kemaksiatan, kebid’ahan atau kemusyrikan, maka ia
tidak berhak mendapatkan kecintaan itu. Bukankah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
إِنَّمَا
أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ
تَرَكُوهُ ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ ، وَايْمُ
اللَّهِ ، لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ ابْنَةَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Sungguh
yang membuat kaum sebelum kalian binasa, jika ada seorang pencuri dari kalangan
orang bermartabat maka dibiarkan. Sedangkan jika pencuri dari kalangan orang
lemah, barulah di tegakkan hukuman. Demi Allah, andaikan Fathimah binti
Muhammad mencuri, akan aku potong tangannya” (HR. Bukhari dan
Muslim). Jika kepada putri beliau, yang juga ahlul bait beliau, hukum Islam
tetap di ditegakkan maka bagaimana lagi dengan keturunan beliau yang sudah
sangat jauh dari beliau di zaman ini?
Selain itu, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa
semua ahlul bait pasti dijamin masuk surga. Hal ini sama sekali tidak pernah
disampaikan oleh Allah dalam Kitab-Nya ataupun oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam
dalam sabdanya. Adapun soal orang akan masuk surga atau neraka, adalah perkara
gaib, hanya Allah yang mengetahuinya. Kecuali, orang yang telah dikabarkan oleh
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam sebagai penghuni surga berdasarkan sabda-sabda beliau,
diantaranya Fathimah Radhiallahu’anha.
Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam bersabda kepada Fathimah:
أَمَا
تَرْضَيْنَ أَنْ تَكُونِى سَيِّدَةَ نِسَاءِ أَهْلِ الْجَنَّةِ -أَوْ نِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ-
“Tidakkah
engkau ridha bahwa engkau adalah penghulu para wanita surga –atau para wanita
yang ber-iman- ?” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini artinya, ahlul bait
Nabi di masa ini, yang memang memiliki nasab yang mulia, kalau mereka taat
kepada Allah dan Rasul-Nya, maka wajib dicintai oleh setiap muslim, meskipun
belum diketahui bagaimana akhir hidupnya kelak. Ahlul bait juga dituntut
beramal shalih dan menjauhi larangan agama sebagai usaha untuk menggapai surga,
sama seperti umat muslim yang lainnya.
Penulis :
Rayhan Ali Arifin
Rayhan Ali Arifin
0 Response to "Mengurai Problematika Ahlul Bait"
Posting Komentar